||www.beritakapuas.com||Menurut Markus Jembari, faktor utama yang menjadi
sumber permasalahan sulitnya laporan dana desa adalah minimnya Sumber Daya
Manusia ( SDM ), serta pemahaman perangkat desa di bawah atas mekanisme
pelaporan. Hal tersebut disampaikan anggota komisi A DPRD Kabupaten Sintang
tersebut terkait kesulitan dari para Kades dalam membuat laporan penggunaan
ADD. Markus mendukung upaya pemerintah yang berencana untuk menyederhanakan
sistem pelaporan.
" Dana desa sumber dananya dari APBN ( Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara ) sehingga pola pertanggung jawabannya masih
menggunakan sistem akuntansi pemerintah. Kita ingin pelaporan dana desa
sesederhana mungkin. Presiden sudah memerintahkan Kementerian Keuangan untuk
menyusun pola laporan dana desa agar lebih sederhana. Kita mintakan dari dinas
terkait untuk dapat melakukan pendampingan terhadap desa yang mengalami
kesulitan , " kata Markus, Senin ( 27 / 05 / 19 ).
Pelaporan dana desa yang mengikuti sistem akuntansi
pemerintahan masih menjadi permasalahan bagi sejumlah kepala desa. Pasalnya
keterbatasan pada sumber daya manusia menyebabkan adanya masalah dana
desa. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pendampingan ekstra
terhadap desa yang mengalami kesulitan terhadap proses perencanaan hingga
pelaporan guna menghindari permasalahan yang kemungkinan terjadi. Selain itu
Markus juga meminta agar desa desa dalam pelaporan SPJ nya harus jelas dan
transparan serta sesuai dengan mekanisme.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Ketua P-apdesi yang juga
Kepala Desa Jerora I, Pian, tidak menampik adanya kesulitan yang dihadapi para
perangkat desa terkait pelaporan yang dimaksudkan. Namun dirinya menegaskan
kesulitan tersebut timbul lebih karena adanya ketidakpahaman saja.
" Dulunya memang kita mengakui ada kesulitan dalam hal
pelaporan, tapi menurut saya sekarang tingkat kesulitannya tidak terlalu
signifikan, karena pemerintah sendiri sudah menyiapkan beberapa peluang untuk
sistem pelaporan, bahkan kita diberikan dispensasi waktu , " ungkap Pian.
Hanya saja kendalanya, bukan pada masalah kesulitan dalam
pelaporannya, akan tetapi pusat yang masih menentukan sistem kolektif.
" Kongkritnya begini, untuk mengajukan pencairan dana
desa tahap kedua atau ketiga, realisasi kegiatan capaiannya harus 75 persen
dari seluruh desa di satu kabupaten, baru kita bisa cairkan. Persoalannya, ada
desa yang capaian kegiatannya tidak sampai 75 persen. Nah inikan jadi masalah
bagi desa yang sudah , " ungkap Pian.
Terkait masalah NPWP pada saat dilakukan belanja modal yang
dimintakan dalam pelaporan, menurutnya sudah merupakan kewajiban yang harus
juga disampaikan oleh perangkat desa.
" NPWP itu kan wajib dan merupakan bagian dari sistem
pelaporan. Jadi pihak desa juga harus dapat membantu pemerintah bagi mereka
yang membuka usaha karena pemilik usaha sudah mendapatkan profit dari barang
yang dijual. Kita menggunakan keuangan negara, jadi pertanggungjawabannya harus
jelas. Toh mengurus NPWP juga tidak mengeluarkan biaya , " jelas Pian.
Ketua P-apdesi Kabupaten Sintang ini juga mengatakan, dari
data yang ada, saat ini ada sekitar 40 desa yang belum menyampaikan SPJ nya
dari total 390 desa yang tercatat di pusat. Untuk itu dirinya menghimbau
agar desa desa supaya memperhatikan jadwal kapan SPJ terakhir harus dilaporkan,
agar tidak mengganggu desa lain yang patuh pada laporannya.
( Rz )