||www.beritakapuas.com||Penyebaran virus Monkeypox atau dikenal dengan cacar monyet
yang ditemukan di Singapura beberapa saat yang lalu membuat publik gempar. Kisahnya
bermula ketika seorang pria berkewarganegaraan Nigeria dinyatakan positif
mengidap cacar monyet.
Terkait hal tersebut, Ketua DPRD Sintang Jeffray Edward
meminta kepada Dinas Kesehatan Sintang tidak lengah dan untuk terus memantau
perkembangan dari virus Monkeypox ini.
" Apalagi di Kalimantan Barat khususnya Sintang masih
banyak primata di hutan dan termasuk yang dipelihara oleh masyarakat. Jadi saya
menghimbau kepada masyarakat untuk berhati hati, dan kepada Dinas Kesehatan Sintang
untuk tidak lengah, terus memantau perkembangannya sebagai bagian dari langkah
antisipasinya , " kata Jeffray, usai memimpin Sidang Paripurna DPRD
Sintang pada Jumat ( 17 / 05 / 19 ).
Menurut Jeffray, berdasarkan informasi yang dirinya
dapatkan, bahwa Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) menyebut kasus kematian
akibat cacar ini antara 1 – 10 %, dan sebagian besar terjadi pada kelompok usia
dini.
" Bahkan WHO mengatakan hingga saat ini belum ada
vaksin yang tersedia untuk infeksi cacar monyet , " kata Jeffray.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, Harysinto
Linoh saat ditemui usai acara tahbisan Diakonat, ( 15 / 05 / 19 ) di Katedral
Sintang mengatakan, secara khusus, seluruh Dinas Kesehatan di Indonesia atas
kasus tersebut sudah diperintahkan untuk mewaspadai dan memonitoring masing
masing wilayahnya.
" Jadi kita sudah diperintahkan untuk monitoring
sebagai bagian dari antisipasi penjalaran virus Monkeypox itu. Tapi khusus
Kalimantan Barat hingga saat ini belum ada laporan terkait Monkeypox ini. Ya,
harapan kita jangan ada lah, karena belum ada vaksin khususnya , " ujar
Sinto.
Pada Rabu ( 08 / 05 / 19 ), pria Nigeria tersebut di atas langsung
dibawa ke ruang isolasi di Pusat Nasional untuk Penyakit Menular dan keadaannya
dikabarkan dalam kondisi stabil. Sedangkan 22 dari 23 orang yang
teridentifikasi melakukan kontak dengan pria Nigeria tersebut langsung
dikarantina sebagai tindakan pencegahan penularan yang lebih luas.
Gejala cacar monyet sama dengan cacar lainnya. Penderita
mengalami ruam pada kulit, demam, dan gangguan pernapasan. Yang membuat
penyakit itu berbahaya adalah ketika sudah berada di tahap radang pernapasan.
Perlu diketahui, sesuai dengan namanya virus cacar monyet
pertama kali ditemukan pada kawanan monyet yang berada di sebuah laboraturium
Statens Seruminstitut, Denmark, 1958.
Dalam sebuah jurnal tentang virus ini, dijelaskan, spesies
yang terinfeksi Monkeypox itu adalah monyet cynomolgus atau akrab disebut
monyet kera yang lazim dijumpai di Asia Tenggara. Laboratorium Statens
Seruminstitut sendiri mendapat monyet kera itu dari Singapura.
Pada 1 September 1970, seorang bayi berusia 9 bulan yang
diduga menderita cacar dilarikan di Rumah Sakit Basankusu, Provinsi Equatorial,
Republik Demokratik Kongo.
Sampel pemeriksaan kemudian dikirim ke WHO Smallpox Reference
Center, Moskow, Rusia. Dan diketahui virus yang di idap bayi tersebut identik
dengan virus cacar monyet. Bayi itu menjadi manusia pertama yang diketahui
terinfeksi virus cacar monyet.
Equatorial memang dikenal sebagai wilayah yang memiliki
populasi monyet yang banyak. Ada puluhan jenis monyet yang dapat ditemui dan
berkeliaran bebas. Masyarakat di sana kerap memburu kawanan monyet ini untuk
disantap. Kontak antara monyet dan manusia praktis menjadi pemandangan
biasa.
Sejak 1970, telah ada laporan tentang manusia yang
terinfeksi cacar monyet di 10 negara Afrika seperti Republik Demokratik Kongo,
Republik Kongo, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading,
Liberia, Sierra Leone, Gabon, dan Sudan Selatan. Dunia medis mengenal penyakit
yang ditularkan dari hewan ke spesies manusia ( Homo sapiens ) sebagai zoonosis.
( Rz )