![]() |
Foto oleh Prokopim |
WWW.BERITAKAPUAS.COM||SINTANG.
Bupati Sintang, dr. Jarot Winarno menjadi salah satu narasumber "Diskusi
Seru Hari Rabu Tentang Sawit" yang diselenggarakan oleh Yayasan Madani
secara live streaming, Rabu (9/4/2020). Pada kesempatan ini Jarot menyampaikan
bahwa di Sintang, areal yang sudah ditanam kelapa sawit sebanyak 174 ribu
hektar, ada dua perusahaan sudah RSPO, 8 perusahaan sudah ISPO sisanya sedang
dalam proses.
“Kami sedang menyusun rencana
induk perkebunan Kabupaten Sintang. Pemprov Kalbar sudah mewajibkan setiap
perusahaan untuk mewajibkan 7 persen HGU dalam bentuk hutan.Kami akan membuat
batas toleransi luasan sawit perusahaan di Kabupaten Sintang yakni tidak lebih
dari 200 ribu hektar sawit saja. Sisanya menjadi hutan dan perkebunan lain
bukan sawit seperti kopi, kakao, teh, sengkubak dan tanaman lain,” kata Jarot. “Kami
sudah berkoordinasi untuk pencegahan tumpang tindih lahan sudah dilakukan. Ada
tumpang tindih pada 4 perusahaan yang sudah kami selesaikan semua. Kita juga
sudah mencabut 10 ijin perusahaan sawit karena masalah performance perusahaan
dan tumbang tindih lahan dengan perusahaan lain dan hutan. Ada kami memberikan
ijin, tetapi kami mewajibkan mereka untuk ISPO dan RSPO. Bagi kami, kebun sawit
yang mensejahterakan itu harus ada kemitraan, membina desa binaan,
sustainabillity, mengikuti standar ISPO dan RSPO, ijin dari tokoh masyarakat
setempat karena mereka yang tahu dimana kuburan dan tembawang, pemetaan yang
melibatkan masyarakat, dan harus ada wilayah konservasi” terang Bupati Sintang
itu lagi.
Teguh Surya selaku Peneliti Muda
Yayasan Madani Berkelanjutan menyampaikan data soal perkebunan kelapa sawit dan
kemiskinan di Kalimantan Barat. Menurutnya, di Kalimantan Barat, luasan kebun
kelapa sawit ada di Ketapang paling luas, menyusul Sanggau dan Sintang.
“Kami juga berharap Pemkab
Sintang terus melakukan evaluasi dan melakukan langkah penting jika ada masalah
dalam hal perkebunan kelapa sawit ini. Kalau ISPO dijalankan dengan baik maka
ekonomi masyarakat akan terjaga. Jaga agar jangan ada konversi hutan menjadi
kebun sawit. Sawit belum menjadi hal yang membanggakan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan petani saat ini. Resiko gagal lebih banyak dibebankan kepada
petani,” kata Teguh. (ina)